Sosialisasi politik dapat dilakukan melalui berbagai cara dan menggunakan sarana atau alat sebagai perantaranya. Bagaimanakah cara atau proses dalam pelaksanaan sosialisasi politik? Di manakah sosialisasi politik dapat dilaksanakan? Agar lebih jelas, mari kita pahami satu per satu.
a. Proses Sosialisasi Budaya Politik
Sosialisasi politik diawali pada masa kanak-kanak atau Berdasarkan hasil riset David Easton dan Robert Hess, proses sosialisasi politik meliputi empat tahap sebagai berikut.
- Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua, anak, presiden, dan polisi.
- Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
- Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), Mahkamah Agung, dan pemungutan suara (pemilu).
- Perkembangan pembedaan antara situasi-situasi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang disosialisasikan dengan institusi-institusi ini.
Cara kerjaatau mekanisme sosialisasi pengembangan budaya politik yang meliputi tiga cara berikut.
- Imitasi, proses sosialisasi melalui peniruan terhadap perilaku yang ditampilkan individu-individu lain. Sosialisasi pada masa kanakkanak merupakan hal yang amat penting.
- Instruksi, mengacu pada proses sosialisasi melalui proses pembelajaran formal, informal, maupun nonformal.
- Motivasi, proses sosialisasi yang berkaitan dengan pengalaman individu.
Dengan dua pendapat tersebut, dapat kita pahami bahwa proses sosialisasi politik dapat dimulai sejak dini (masih kanak-kanak) hingga akhir hayat. Proses sosialisasi politik dapat dilaksanakan melalui pembelajaran formal, informal, dan nonformal. Dengan demikian, proses sosialisasi politik dapat dilakukan melalui berbagai agen atau tempat sesuai dengan jenis pembelajarannya.
b. Agen Sosialisasi Budaya Politik
Ada berbagai agen atau tempat dilaksanakannya sosialisasi politik. Mulai dari lingkungan terdekat dengan anak hingga yang ada di luar lingkungan anak. Beberapa agen atau tempat dilaksanakannya sosialisasi budaya politik seperti berikut.
1. Keluarga (Family)
Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan efektif adalah di dalam keluarga. Dimulai dari keluarga inilah antara orang tua dengan anak, sering terjadi ”obrolan” politik ringan tentang segala hal sehingga tanpa disadari terjadi transfer pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak. Misalnya, seorang ibu menceritakan kepada anaknya tentang pentingnya memberikan suara dalam pengambilan kebijakan bersama. Melalui cerita dari sang ibu, seorang anak akan selalu mengingat pentingnya memberikan suara dalam pengambilan kebijakan bersama seperti pemilihan ketua OSIS.
2. Sekolah
Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoretis maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis. Misalnya, guru memberikan informasi tentang budaya politik bangsa Indonesia pada era Orde Baru. Dari informasi guru, siswa menjadi tahu bentuk dan ciri budaya politik Indonesia pada era Orde Baru.
3. Partai Politik
Salah satu fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran sebagai sosialisasi politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut anggota kader maupun simpatisannya secara periodik maupun pada saat kampanye, mampu menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke generasi berikutnya. Partai politik harus mampu menciptakan ”image” memperjuangkan kepentingan umum agar mendapat dukungan luas dari masyarakat dan senantiasa dapat memenangkan pemilu. Partai politik mempunyai beberapa tujuan khusus sebagai berikut.
- Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan.
- Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
4. Peer Group atau Teman Sepermainan (Teman Sebaya)
Peer group adalah teman-teman sepermainan atau teman sebaya yang mengelilingi seorang individu. Apa yang dilakukan oleh temanteman sepermainan tentu sangat mempengaruhi beberapa tindakan seorang individu. Dalam hal sosialisasi politik, contoh bentuk pengaruh peer group adalah pandangan teman sepermainan terhadap seorang tokoh politik atau sebuah partai politik. Pandangan peer group ini bisa mempengaruhi pandangan individu lain.
5. Media Massa
Berita-berita yang dikemas dalam media massa baik audio visual (televisi), surat kabar cetak, internet, ataupun radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak mempengaruhi perilaku politik setiap individu. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampu menyita perhatian individu karena sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung ”berlebihan”.
6. Pemerintah
Pemerintah merupakan agen yang mempunyai kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Hal ini karena pemerintah adalah pelaksana sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, yaitu melalui beberapa mata pelajaran yang ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah secara tidak langsung juga melakukan sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh. Hal ini secara otomatis juga mempengaruhi budaya politik individu yang bersangkutan.
Dalam menjabarkan tujuan khusus pada tiap-tiap partai politik tidaklah sama. Yang penting, tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebagai asas partai politik.
c. Sosialisasi Politik dan Komunikasi Politik
Menurut Hyman, sosialisasi politik merupakan suatu proses belajar yang kontinyu yang melibatkan baik belajar secara emosional maupun indoktrinasi politik yang nyata dan dimediasi (sarana komunikasi) oleh segala partisipasi dan pengalaman individu yang menjalaninya. Hal ini menunjukkan betapa besar peranan komunikasi politik dalam proses sosialisasi politik di tengah masyarakat. Dengan demikian, segala aktivitas komunikasi politik berfungsi pula sebagai suatu proses sosialisasi bagi anggota masyarakat yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam aktivitas komunikasi politik tersebut.
Dalam suatu sistem politik negara, fungsi sosialisasi menunjukkan bahwa semua sistem politik cenderung berusaha mengekalkan kultur dan struktur mereka sepanjang waktu. Hal ini dilakukan terutama melalui cara pengaruh struktur-struktur primer dan sekunder yang dilalui oleh anggota muda masyarakat dalam proses pendewasaan mereka.
Di dalam realitas kehidupan masyarakat, pola-pola sosialisasi politik juga mengalami perubahan seperti juga berubahnya struktur dan kultur politik. Perubahan-perubahan tersebut menyangkut pula soal perbedaan tingkat keterlibatan dan derajat perubahan dalam subsistem masyarakat yang beraneka ragam.
Pada sisi lain, sosialisasi budaya politik merupakan proses induksi ke dalam suatu kultur politik yang dimiliki oleh sistem politik yang dimaksud. Hasil akhir proses ini adalah seperangkat sikap mental, kognisi (pengetahuan), standar nilai-nilai, dan perasaan-perasaan terhadap sistem politik dan aneka perannya, serta peran yang berlaku. Hasil proses tersebut juga mencakup pengetahuan tentang nilai-nilai yang mempengaruhi, serta perasaan mengenai masukan tentang tuntutan dan klaim terhadap sistem, dan output otoritasnya.