Selamat! Kalian telah selesai mendiskusikan Bab 2 dengan baik. Jangan lupa selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia Nya dan mohonlah agar kalian tetap diberi semangat dan motivasi yang kuat untuk mempelajari bab-bab selanjutnya dengan hasil yang memuaskan.
Pada Bab 3 kali ini, kalian akan diajak mendiskusikan tentang Keutuhan Negara dalam Naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan cara memaknai Negara Kesatuan Republik Indonesia, bentuk pemerintahan republik, sistem pemerintahan demokrasi berdasarkan Pancasila dan memaknai kedaulatan Negara Republik Indonesia.
Namun, sebelum menyimak dan mencermati uraian Bab 3, ada baiknya kalian simak artikel di bawah ini dengan penuh semangat.
|
|
A. Negara Kesatuan Republik Indonesia
1. Bentuk Negara
Pemakaian istilah bentuk negara masih memiliki perbedaan dan belum ada keseragaman. Istilah bentuk negara dipakai untuk kerajaan dan republik serta ada pula yang dipakai untuk negara kesatuan dan negara federal atau serikat.
Istilah bentuk negara berasal dari bahasa Belanda, yaitu “staatvormen”. Menurut R. Kranenburg dalam bukunya Algemene Staatsleer, istilah bentuk negara diartikan sebagai “monarchieen” (monarki) dan “republieken” (republik). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Niccolo Machiavelli, yang mengemukakan bentuk negara menjadi 2 (dua) yaitu monarki dan republik. Di dalam bentuk negara sekaligus mengatur mengenai sistem pemerintahannya.
Leon Duguit dalam buku Algemene Staatsleer, mengemukakan pendapat yang berbeda berkaitan dengan bentuk negara. Menurut Leon Duguit monarki dan republik merupakan bentuk pemerintahan (forme de gouvernement), sedangkan yang dimaksud dengan bentuk negara adalah negara kesatuan, negara serikat dan perserikatan negara-negara. Pendapat yang dikemukakan oleh Leon Duguit lebih cocok digunakan dalam perkembangan negara modern.
Menurut para ahli ilmu negara istilah staatvormenditerjemahkan ke dalam bentuk negara yag meliputi negara kesatuan, federasi, dan konfederasi. Jika dilihat dari bentuk negara yang berlaku umum di dunia maka bentuk negara secara umum dibagi menjadi 2 (dua), yaitu negara kesatuan dan negara federasi. Negara kesatuan merupakan bentuk negara yang sifatnya tunggal dan tidak tersusun dari beberapa negara yang memiliki kedaulatan, tidak terbagi, dan kewenangannya berada pada pemerintah pusat.
Negara federasi atau serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara serikat adalah gabungan negara-negara bagian yang disebut negara federal.Setiap negara bagian dalam negara federasi bebas melakukan tindakan ke dalam, asal tidak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal.
Pada negara serikat (federal) ditandai dengan beberapa karakteristik yang khas, yaitu:
1. adanya supremasi konstitusi federal,
2. adanya pemencaran kekuasaan antara negara serikat dengan negara bagian, dan
3. adanya suatu kekuasaan tertinggi yang bertugas menyelesaikan sengketa-sengketa yang mungkin timbul antara negara serikat dan negara bagian.
Selain bentuk negara kesatuan dan federasi, terdapat bentuk negara lain, yaitu konfederasi dan serikat negara. Konfederasi adalah bergabungnya beberapa negara yang berdaulat penuh. Untuk mempertahankan kedaulatan intern dan eksternnya mereka bersatu atas dasar perjanjian internasional. Perjanjian tersebut diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan sendiri yang memiliki kekuasaan tertentu terhadap negara anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap warga negara tersebut. Sedangkan serikat negara merupakan suatu ikatan dari dua atau lebih negara berdaulat yang lazimnya dibentuk secara sukarela dengan suatu persetujuan internasional berupa traktat atau konvensi yang diadakan oleh semua negara anggota yang berdaulat.
2. Negara Kesatuan
Negara kesatuan adalah suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang berkuasa hanya satu pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah sebagai bagian dari negara.
Berikut adalah beberapa pengertian negara kesatuan menurut para ahli, di antaranya sebagai berikut.
a. C.F. Strong, dalam bukunya Modern Political Constitutions, negara kesatuan merupakan bentuk negara yang memiliki kedaulatan tertingggi berada di tangan pemerintah pusat.
b. Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, dalam bukunya Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, negara kesatuan adalah negara yang susunan negaranya hanya terdiri atas satu negara saja dan tidak dikenal adanya negara di dalam negara.
c. Abu Daud Busroh, dalam bukunya Ilmu Negara, negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara, melainkan negara bersifat tunggal dan tidak ada negara dalam negara.
Negara kesatuan sering juga disebut sebagai negara unitaris, unity. Unitaris merupakan negara tunggal (satu negara) yang monosentris (berpusat satu), terdiri hanya satu negara, satu pemerintahan, satu kepala negara, satu badan legislatif yang berlaku bagi seluruh wilayah negara. Hakikat negara kesatuan yang sesungguhnya adalah kedaulatan tidak terbagi-bagi, baik ke luar maupun ke dalam dan kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi.
Pada dasarnya negara kesatuan berbeda dengan negara serikat. Hal ini ditunjukkan berdasarkan dua kriteria yang membedakan negara kesatuan dan negara serikat. Pertama, dalam negara kesatuan organisasi bagian-bagian negara dalam garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh pembentuk undang-undang pusat. Adapun dalam negara serikat, negara bagian memiliki wewenang membentuk konstitusi sendiri dan berwenang mengatur organisasi sendiri dalam rangka konstitusi federal. Kedua, dalam negara kesatuan, wewenang pembentuk undang-undang pusat ditetapkan dalam suatu rumusan yang umum dan wewenang pembentuk undang-undang yang lebih rendah (lokal) tergantung pada badan pembentuk undang-undang pusat. Adapun, pada negara serikat wewenang pembentuk undang-undang adalah pusat untuk mengatur hal-hal tertentu, telah diperinci satu persatu dalam konstitusi federal.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam praktiknya negara kesatuan memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut.
1. Negara kesatuan secara struktural lebih sederhana.
2. Bagi negara Indonesia, yang tingkat pendidikan masyarakatnya relatif belum merata, apabila terdapat kekurangan tenaga ahli dalam bidang pemerintahan maka kekurangan tenaga ahli tersebut dapat disiapkan oleh pemeritah pusat.
3. Biaya personel lebih murah, tetapi jalur birokrasi lebih panjang dan relatif memakan waktu.
4. Relatif lebih stabil untuk mengurangi kecemburuan kemajuan antardaerah, karena bagi daerah yang kurang maju dapat dimintakan anggaran dari pusat dan subsidi-subsidi lainnya.
5. Mengurangi timbulnya sikap provinsialisme dan sparatisme.
3. Tujuan Negara Kesatuan
Charles E. Merriam, dalam bukunya A History of American Political Theories mengemukakan lima tujuan yang ingin dicapai oleh negara kesaatuan, yaitu keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan, dan kebebasan. Kelima tujuan tersebut dapat direduksi menjadi kesejahteraan atau kemakmuran bersama.
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia
Indonesia adalah negara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara Benua Asia dan Benua Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau. Oleh karena itu, Indonesia disebut juga sebagai Nusantara.
Bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, tujuan negara terdapat dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu sebagai berikut.
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemeerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara merdeka dengan aneka corak keragaman dan warna-warni kebudayaan. NKRI adalah kesatuan wilayah dari Sabang di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sampai Merauke di Irian Jaya (Papua). Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa, dan agama yang berbeda. Suku Jawa adalah grup etnis terbesar dan secara politis paling dominan. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika”, berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.
Bangsa Indonesia yang lahir melalui Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 telah memiliki tekad yang sama, bahwa negara ini akan eksis di dunia internasional dalam bentuk negara kesatuan. Kesepakatan ini tercermin dalam rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam menyusun UUD. Soepomo dalam Sidang BPUPKI menghendaki bentuk negara kesatuan sejalan dengan pahamnya negara integralistik yang melihat bangsa sebagai suatu organisme. Hal ini antara lain juga dikemukakan oleh Muhammad Yamin, bahwa kita hanya membutuhkan negara yang bersifat unitarisme dan wujud negara kita tidak lain dan tidak bukan adalah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bentuk negara kesatuan tersebut didasarkan pada 5 (lima) alasan berikut.
1. Unitarisme sudah merupakan cita-cita gerakan kemerdekaan Indonesia.
2. Negara tidak memberikan tempat hidup bagi provinsialisme.
3. Tenaga-tenaga terpelajar kebanyakan berada di Pulau Jawa sehingga tidak ada tenaga di daerah untuk membentuk negara federal.
4. Wilayah-wilayah di Indonesia tidak sama potensi dan kekayaannya.
5. Dari sudut geopolitik, dunia internasional akan melihat Indonesia kuat apabila sebagai negara kesatuan.
Pembentukan negara yang bersifat unitarisme bertujuan untuk menyatukan seluruh wilayah nusantara agar menjadi negara yang besar dan kokoh dengan kekuasaan negara yang bersifat sentralistik. Tekad tersebut sebagaimana tertuang dalam Alinea Kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”
Menurut Jimly Asshiddiqie pakar hukum tata Negara dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berbentuk kesatuan (unitary state). Kekuasaan asal berada pada pemerintah pusat, namun kewenangan (authorithy) pemerintah pusat ditentukan batas-batasnya dalam undang-undang dasar dan undang-undang. Kewenangan yang tidak disebutkan dalam undang-undang dasar dan undang-undang ditentukan sebagai kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
Dengan demikian, Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang memiliki rasa kesatuan dalam hidup bermasyarakat, saling bersatu sebagai sesama masyarakat dalam satu negara, saling membantu karena manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri dalam suatu wilayah negara.
Gagasan untuk membentuk negara kesatuan, secara yuridis formal, tertuang dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan secara tegas bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik”. Berdasarkan pasal ini menunjukan bahwa prinsip negara kesatuan Republik Indonesia adalah pemegang kekuasaan tertinggi atas segenap urusan negara ialah pemerintah pusat.
Penjelasan Pasal 1 Ayat (1) juncto Pasal 18 (sebelum perubahan) yang termuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II Nomor. 7, menyatakan antara lain sebagai berikut.
1. Bentuk negara kesatuan dan republik mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat.
2. Negara Indonesia tidak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat (negara).
3. Daerah negara Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi, dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil yang bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi belaka menurut kesatuan undang-undang.
4. Di daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah dan pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
5. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa dan mengingat hak-hak asal usul daerah tersebut.
Tanggung jawab pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah pusat di dalam Negara kesatuan Republik Indonesia. Akan tetapi, karena negara kesatuan Republik Indonesia menganut asas desentralisasi maka terdapat kewenangan dan tugas-tugas tertentu yang menjadi urusan pemerintahan daerah. Hal ini pada akhirnya akan menimbulkan hubungan kewenangan dan pengawasan antara pemerintah pusat dan daerah. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara persatuan yang mengatasi paham perseorangan ataupun golongan yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan dengan tanpa terkecuali. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, kepentingan individu diakui secara seimbang dengan kepentingan bersama. Negara persatuan mempersatukan seluruh bangsa Indonesia dalam wadah NKRI.
Dalam konteks negara, Indonesia adalah negara kesatuan. Namun, di dalamnya terselenggara suatu mekanisme yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya keragaman antardaerah di seluruh tanah air. Kekayaan alam dan budaya antar daerah tidak boleh diseragamkan dalam struktur NKRI. Dengan kata lain, NKRI diselenggarakan dengan jaminan otonomi seluas-luasnya kepada daerah-daerah untuk berkembang sesuai dengan potensi dan kekayaan yang dimilikinya dengan dukungan dan bantuan yang diberikan pemerintah pusat.
Pasca Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, prinsip negara kesatuan sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (1) diperkuat oleh Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, menegaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.
Demikian pula dalam Pasal 18 B Ayat (2) yang berisi rumusan, bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Rumusan kata-kata Negara Kesatuan Republik Indonesia tertulis dalam Pasal 25 A Undnag-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan rumusan “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara, dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”.
Pasal 37 Ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai ketentuan penutup, menyatakan secara tegas bahwa “Khusus mengenai bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”. Hal ini menunjukan bahwa NKRI merupakan harga mati dan tidak dapat diganggu gugat. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut merupakan penguatan dan pengokohan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia semakin kokoh dan terjaga dalam konstitusi negara.
B. Bentuk Pemerintahan Republik
Pernahkah kalian membaca cerita tentang pemimpin dunia yang bertindak diktator terhadap rakyatnya? Coba kalian sebutkan pemimpin yang bertindak diktaktor? Mengapa pemimpin atau pemerintahan diktaktor dibenci oleh rakyatnya? Mari kita pahami beberapa bentuk pemerintahan yang pernah ada di dunia.
1. Pengertian Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada rangkaian institusi politik yang digunakan untuk mengorganisasikan suatu negara guna menegakkan kekuasaannya atas suatu komunitas politik.
Beberapa bentuk pemerintahan di dunia, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Aristokrasi
Aristokrasi berasal dari Bahasa Yunani Kuno, Aristo yang berarti terbaik dan Kratia yang berarti untuk memimpin. Dengan demikian,Aristokrasi adalah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh individu yang terbaik.
2. Oligarki
Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer.
3. Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar dalam sistem demokrasi adalah prinsip Trias Politica yang membagi tiga kekuasaan politik negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang bersifat independen dan berada dalam peringkat yang sejajar antara satu dengan yang lainnya. Kesejajaran atau independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga tersebut dapat saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip check and balances.
4. Otokrasi
Otokrasi berasal dari Bahasa Yunani Autokrator, yang berarti berkuasa sendiri. Otokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang. Otokrasi biasanya dibandingkan dengan Oligarki dan Demokrasi.
5. Monarki
Monarki adalah sebuah dukungan terhadap pendirian, pemeliharaan, atau pengembalian sistem kerajaan sebagai sebuah bentuk pemerintahan dalam sebuah negara.
6. Emirat
Emirat adalah sebuah wilayah yang dipimpin oleh seorang Emir. Contoh Uni Emirat Arab, merupakan sebuah negara yang terdiri dari 7 (tujuh) emirat federal yang masing-masing diperintah oleh seorang Emir.
7. Plutokrasi
Plutokrasi adalah sistem pemerintahan yang mengacu pada suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang mereka miliki. Sejarah mencatat bahwa keterlibatan kaum hartawan dalam politik kekuasaan berawal di kota Yanani, untuk kemudian diikuti dikawasan Genova Italia.
2. Bentuk Pemerintahan Republik
Negara Republik pada dasarnya adalah negara yang tampuk pemerintahan akhirnya bercabang dari rakyat bukan dari prinsip keturunan bangsawan. Istilah ini berasal dari Bahasa Latin res publica yang artinya kerajaan dimiliki serta dikawal oleh rakyat. Konsep Republik telah digunakan sejak berabad-abad lamanya. Republik yang paling terkenaladalah Republik Roma, yang bertahan dari 509 SM hingga 44 SM. Dalam bentuk pemerintahan Republik Roma tersebut dipraktikkan dua prinsip utama yang di jalankan negara, yaitu prinsip Anuality(memegang pemerintah selama satu tahun saja) dan Collegiality (dua orang memegang jabatan ketua negara).
Dalam perkembangan negara modern, biasanya kepala negara pada bentuk pemerintahan Republik dipimpin oleh seorang presiden. Namun, terdapat beberapa pengecualian, misalnya Negara Swiss terdapat majelis tujuh pemimpin yang merangkap sebagai ketua negara, disebut Bundesrat. Di San Marino, jabatan ketua negara dipegang oleh dua orang.
C. Sistem Pemerintahan Demokrasi Berdasarkan Pancasila
Sistem pemerintahan demokrasi merupakan pemerintahan yang dekat dengan fitrah hati nurani rakyat, karena manusia diciptakan dan dilahirkan dalam keadaan bebas. Dalam pemerintahan demokrasi pelaksanaan pemerintahan oleh rakyat disertai dengan tangggung jawab.
Pendapat dari para pakar ilmu politik menyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan demokrasi akan mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Semua warga negara berpartisipasi dalam pembuatan keputusan. Jika warga negara tidak berpartisipasi maka pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang bertentangan dengan keinginan rakyat.
2. Setiap warga negara mempunyai persamaan yang sama di depan hukum (equality before the law).
3. Pendapatan negara didistribusikan secara adil bagi seluruh warga negara.
4. Semua rakyat harus diberi kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
5. Kebebasan mengemukakan pendapat, berkumpul, dan beragama.
6. Semua warga negara berhak mendapat informasitanpa batas.
7. Semua warga negara mengindahkan tata krama politik.
8. Semangat kerja sama dalam setiap kegiatan.
9. Hak untuk protes atau mengkritik atas kebijakan pemerintah.
Prinsip-prinsip pemerintahan demokrasi perlu diperhatikan oleh pemerintahanyang berkuasa. Demikian pula halnya dengan Pemerintahan Indonesia yang berdasarkan Pancasila, penerapan sistem pemerintahannya didasarkan pada ajaran demokrasi. Hal ini dapat dilihat pada alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada kalimat “...negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat...”. Selanjutnya,pada Sila Keempat dari Pancasila yang juga terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Kemudian, hal tersebut dijabarkan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat ...”
Dengan demikian, membicarakan sistem pemerintahan pada dasarnya membicarakan bagaimana pembagian kekuasaan dilakukan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara itu dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah, sistem dan pemerintahan. Sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik maka akan mempengaruhi keseluruhannya itu.
Ditinjau dari segi pembagian kekuasaannya, organisasi pemerintah itu dibagi menurut garis horizontal dan vertikal. Pembagian kekuasaan secara horizontal didasarkan atas sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya, yang menimbulkan berbagai macam lembaga di dalam suatu negara. Adapun pembagian kekuasaan secara vertikal melahirkan dua garis hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi dan dekonsentrasi.
1. Pengertian Pemerintahan
· Dalam arti luas
Dalam arti luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
· Dalam arti sempit
Dalam arti sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
· Menurut ahli ilmu pemerintahan
Istilah pemerintahan mempunyai pengertian yang tidak sama. Beberapa pengertian tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pemerintahan sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah. Jadi, yang termasuk badan-badan kenegaraan di sini bertugas menyelenggarakan kesejahteraan umum, misalnya badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif.
b. Pemerintahan sebagai gabungan badan-badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah di wilayah satu negara, misalnya raja, presiden, atau Yang Dipertuan Agung (Malaysia).
c. Pemerintahan dalam arti kepala negara (presiden) bersama dengan kabinetnya.
Adapun sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantung dan mempengaruhi dalam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Jadi, sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antarlembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.
2. Sistem Pemerintahan Presidensial
Kedudukan eksekutif dalam sistem pemerintahan presidensial tidak bergantung pada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif, presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka itu hanya bertanggung jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet itu tidak bergantung pada badan perwakilan rakyat atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat maka menteri pun tidak bisa diberhentikan oleh badan perwakilan rakyat.
Sistem ini terdapat di Amerika Serikat yang mempertahankan ajaran Montesquieu, yakni kedudukan tiga kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpisah satu sama lain secara tajam dan saling menguji serta saling mengadakan perimbangan (check and balance). Kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan congress, namun presiden mempunyai hak veto terhadap undang-undang yang sudah dibuat itu. Kekuasaan eksekutif ada pada presiden dan pemimpin-pemimpin departemen, yaitu para menteri yang tidak bertanggung jawab pada parlemen. Karena presiden dipilih oleh rakyat maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab kepada rakyat.
Tugas peradilan dilakukan oleh badan-badan peradilan yang pada azasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan lain. Hakim diangkat seumur hidup selama kepribadiannya tidak tercela dan ada sebagian hakim yang dipilih oleh rakyat.
Badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen dalam sistem pemerintahan presidensial. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara lansung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Kedua badan tersebut dipilih oleh rakyat secara terpisah.
a. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Presidensial
1) Penyelenggara negara berada di tangan presiden. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan/majelis.
2) Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif.
3) Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia tidak dipilih oleh parlemen.
4) Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5) Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai lembaga perwakilan. Anggotanya pun dipilih oleh rakyat.
6) Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen.
b. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial
Kelebihan sistem presidensial adalah sebagai berikut.
1) Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
2) Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan presiden Amerika Serikat adalah 4 tahun dan presiden Indonesia selama 5 tahun.
3) Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
4) Jabatan-jabatan eksekutif dapat diisi oleh orang luar, termasuk anggota parlemen sendiri. Namun, legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif.
Adapun kekurangannya adalah sebagai berikut.
1) Kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
2) Sistem pertanggungjawabannya kurang jelas.
3) Pembuatan keputusan/kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dengan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
Menyadari adanya kelemahan dari masing-masing sistem pemerintahan, negara-negara pun berusaha memperbaharui dan berupaya mengkombinasikan sistem pemerintahannya. Hal ini dimaksudkan agar kelemahan tersebut dapat dicegah atau dikendalikan. Misalnya, Amerika Serikat yang menggunakan sistem presidensial, untuk mencegah kekuasaan presiden yang besar diadakanlah mekanisme checks and balances, terutama antara eksekutif dan legislatif.
3. Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Masalah demokrasi di Indonesia diatur dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan Trias Politica sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, melainkan menganut sistem pembagian kekuasaan. Hal tersebut disebabkan beberapa hal berikut.
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membatasi kekuasaan dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi kekuasaan dilakukan oleh 3 orang saja.
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, Pasal 1 Ayat (2), kepada lembaga-lembaga negara lainnya.
a. Pokok-Pokok Sistem Pemerintahan Indonesia
Pokok-pokok Sistem Pemerintahan Indonesia sebagaimana termuat dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah sebagai berikut.
a) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara Indonesia terbagi dalam beberapa provinsi.
b) Bentuk pemerintahan adalah republik dan sistem pemerintahan adalah presidensial.
c) Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.
d) Menteri- menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab pada presiden.
e) Parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan. Selain lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang anggotanya juga dipilih melaui pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
f) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan badan peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.
g) Sistem pemerintahan negara Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diamandemen pada dasarnya masih menganut Sistem Pemerintahan Presidensial. Hal ini dibuktikan bahwa Presiden Republik Indonesia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab pada parlemen. Namun sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial.
b. Sistem Pemerintahan Presidensial Republik Indonesia
Beberapa ciri dari Sistem Pemerintahan Presidensial Republik Indonesia adalah sebagai berikut.
a) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
b) Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu mendapat pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya, dalam pengangkatan Duta Besar, Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI dan Kepala Kepolisian RI (Kapolri).
c) Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu mendapat pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya pembuatan perjanjian internasional, pemberian gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, pemberian amnesti dan abolisi.
d) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget(anggaran).
Dengan demikian, terdapat perubahan-perubahan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balances, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
c. Impeachment Presiden Republik Indonesia
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membawa perubahan yang signifikan terhadap eksistensi MPR. MPR tidak lagi memiliki wewenang memilih Presiden dan Wakil Presiden. Namun demikian MPR masih tetap memiliki wewenang melakukan impeachment terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya apabila yang bersangkutan terbukti telah melakukan pelanggaran hukum. Impeachment Presiden sering diungkapkan oleh masyarakat luas sebagai istilah yang menunjukkan sebagai pemberhentian Presiden. Impeachment atau pemakzulan lebih lazim dimaksudkan sebagai dakwaan untuk memberhentikan Presiden.
Sesungguhnya, kedudukan Presiden dalam sistem pemerintahan presidensial sangat kuat. Sistem ini dimaksudkan untuk menciptakan pemerintahan yang stabil dalam jangka waktu tertentu. Dalam sistem ini ditentukan masa jabatan Presiden untuk jangka waktu tertentu (Fix Term Office Periode). Presiden dapat diberhentikan dalam jabatannya apabila ia melakukan pelanggaran hukum yang secara tegas diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam jabatannya apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Mekanisme pemberhentian Presiden diatur dalam Pasal 7B UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan ketentuan UUD ini, lembaga negara yang diberi kewenangan untuk memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Namun sebelum diputus oleh MPR, proses pemberhentian dimulai dengan proses pengawasan terhadap Presiden oleh DPR. Apabila dari pengawasan itu ditemukan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden yang berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, perbuatan tercela serta tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden, maka DPR dengan dukungan 2/3 (dua per tiga) jumlah suara dapat mengajukan usulan pemberhentian kepada MPR. Namun, terlebih dahulu meminta putusan dari Mahkamah Konstitusi tentang kesimpulan dan pendapat dari DPR. Dalam hal Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pendapat DPR itu tidak berdasarkan hukum, maka proses pemberhentian Presiden menjadi gugur. Sebaliknya, jika Mahkamah Konstitusi membenarkan pendapat DPR, maka DPR akan meneruskannya kepada MPR untuk menjatuhkan putusannya, memberhentikan atau tidak memberhentikan Presiden.
Dengan demikian, pemberhentian Presiden menurut UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, harus melewati 3 (tiga) lembaga negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), serta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ketiga lembaga ini memiliki kewenangan berbeda. DPR melakukan penyelidikan dan mencari bukti-bukti serta fakta yang mengukuhkan dugaan adanya pelanggaran pasal mengenai pemberhentian Presiden oleh Presiden (yaitu Pasal 7A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945) serta mengajukan usul pemberhentian kepada MPR. Mahkamah Konstitusi mengkaji dari segi hukum dan landasan yuridis alasan pemberhentian Presiden. MPR yang akan menjatuhkan vonis politik apakah Presiden diberhentikan atau tetap memangku jabatannya.
DPR sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk mengawasi Presiden dan dapat mengusulkan pemberhentian Presiden di tengah masa jabatannya, tentu tidak steril dari pandangan dan kepentingan politiknya, karena lembaga DPR terdiri dan perwakilan partai-partai politik yang terpilih dalam pemilihan umum. Karena itu, dalam mengajukan usulan pemberhentian Presiden, DPR harus seobyektif mungkin dan memiliki alasan-alasan yang cukup kuat bahwa tindakan/kebijakan Presiden benar-benar telah memenuhi dasar substansial pemberhentian Presiden (sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 7A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
Bagaimana mekanisme DPR untuk menyelidiki adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden, tidak diatur secara tegas dalam UUD. Hanya Pasal 20A Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan Hak Angket kepada DPR, yaitu hak untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan bangsa yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya hak angket secara implisit UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan kewenangan kepada DPR untuk mengadakan penyelidikan terhadap Presiden.
Hasil penyelidikan yang dilakukan oleh panitia angket diputuskan oleh DPR dalam rapat paripurna. Jika hasil panitia angket menemukan bukti-bukti bahwa Presiden memenuhi ketentuan Pasal 7A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan disetujui oleh paripuma DPR dengan dukungan minimum 2/3 suara, maka selanjutnya DPR harus terlebih dahulu membawa kasus itu kepada Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa dan diadili sebelum dilanjutkan kepada M PR.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mengatur secara rinci mengenai proses pemeriksaan atas pendapat DPR di Mahkamah Konstitusi. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan kepada negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan atau pendapat bahwa Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Undang-Undang Mahkamah Konstitusi pun tidak mengatur secara rinci mengenai proses pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi. Dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi hanya diatur mengenai mekanisme pengajuan permohonan, yaitu diajukan oleh DPR selaku Pemohon. DPR harus mengajukan permohonan secara tertulis dan menguraikan secara jelas mengenai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden kepada Mahkamah Konstitusi dan melampirkan putusan serta proses pengambilan putusan di DPR, risalah dan atau berita acara rapat DPR disertai bukti mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden. Undang-Undang Mahkamah Konstitusi juga mengatur batas waktu penyelesaian permohonan yang harus diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam waktu 90 hari setelah permohonan diregister, alat-alat bukti serta bentuk putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi dalam melakukan pemeriksaan atas permohonan DPR, diwajibkan untuk memanggil Presiden sebagai pihak dalam perkara untuk memberikan keterangan atau meminta Presiden untuk memberikan keterangan tertulis. Untuk hadir atau memberikan keterangan di hadapan Mahkamah Konstitusi, Presiden dapat didampingi atau diwakili oleh kuasanya.
Apakah terdapat perdebatan lebih lanjut misalnya tanggapan kembali dari DPR serta tanggapan balik dari Presiden dan apakah Mahkamah Konstitusi dapat memeriksa kembali saksi-saksi yang sudah diperiksa di DPR atau menambah saksi baru, tidak diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Bila memperhatikan ketentuan hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi adalah terbuka kemungkinan bagi Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa kembali dan menilai bukti-bukti yang diajukan dan dapat memanggil saksi-saksi. Dengan demikian bukti-bukti yang diajukan oleh DPR dapat dinilai dan diuji kembali. Mahkamah Konstitusi dapat memangil kembali saksi-saksi yang pernah dipanggil di DPR serta dapat memanggil saksi-saksi baru. Dengan demikian, dalam pemeriksaan kasus usulan pemberhentian Presiden, Mahkamah Konstitusi tidak cukup hanya dengan memeriksa dan menilai dokumen-dokumen yang disampaikan oleh DPR.
Dengan mempergunakan ketentuan Pasal 86 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi dapat membuat hukum acara tambahan sebagai pengaturan lebih lanjut untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Di sinilah kesempatan bagi Mahkamah Konstitusi untuk mengatur lebih lanjut mengenai hukum acara dalam hal pemeriksaan atas usulan pemberhentian Presiden oleh DPR.
Memperhatikan proses pemeriksaan pendapat DPR di Mahkamah Konstitusi dan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi "memeriksa, mengadili, dan memutus" dapatlah disimpulkan bahwa sesungguhnya proses pemeriksaan pendapat DPR di Mahkamah Konstitusi adalah sebuah proses peradilan yang tidak terbatas pada pemeriksaan dokumen semata-mata. Karena itu, pemeriksaan pendapat DPR itu dapat dilakukan seperti pemeriksaan dalam perkara pidana biasa. Hanya saja posisi Presiden bukanlah seperti posisi terdakwa dalam perkara pidana, akan tetapi sebagai pihak dalam perkara yang memiliki posisinya sejajar dengan pemohon yaitu DPR yang bertindak seperti "penuntut" dalam perkara pidana. Dengan proses seperti ini, Mahkamah Konstitusi dapat secara obyektif dan secara mendalam memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan oleh DPR, terhindar dari kepentingan dan pandangan politik yang dapat saja subyektif dari DPR.
Proses pemberhentian Presiden selanjutnya berada di lembaga MPR, setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang membenarkan pendapat DPR. Apa yang terjadi di MPR sesungguhnya adalah pengambilan keputusan politik untuk menentukan apakah Presiden layak untuk diberhentikan atau tidak. Tidak ada pemeriksaan kembali seperti halnya yang terjadi di DPR dan Mahkamah Konstitusi. Dalam persidangan itu, MPR hanya mendengarkan pembelaan terakhir dari Presiden setelah mendengarkan usulan pemberhentian dari DPR. Perdebatan yang mungkin terjadi hanyalah perdebatan di antara anggota MPR. Karena itu apakah Presiden berhenti atau tidak adalah sangat bergantung pada suara mayoritas yaitu 2/3 (dua pertiga) suara anggota MPR dalam sidang Istimewa MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) anggota MPR. Di sinilah berlaku prinsip Salus Populi Suprema Lex(suara rakyat adalah hukum tertinggi). Dalam hal MPR tidak memberhentikan Presiden, bukanlah berarti MPR menganulir putusan Mahkamah Konstitusi yang membenarkan pendapat DPR adanya dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden. Karena itu selanjutnya Presiden dapat saja dituntut secara pidana melalui peradilan pidana biasa manakala terdapat dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Presiden.
D. Kedaulatan Negara Republik Indonesia
1. Sifat dan Hakikat Negara
Secara etimologis istilah negara berasal dari Bahasa Latin, yaitu status atau statum, yang berarti menempatkan. Di samping itu, istilah negara merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda staatdan Bahasa Inggris state. Istilah negara yang lazim digunakan di Indonesia berasal dari Bahasa Sansekerta Nagari atau Nagara, yang berarti wilayah, kota, atau penguasa. Negara ialah organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah mendiami di wilayah tertentu. Negara sebagai organisasi masyarakat mempunyai daerah tertentu, di mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai kedaulatan (souverign).
Pada dasarnya sifat negara berkaitan erat dengan dasar terbentuknya negara, norma dasar yang menjadi tujuannya, falsafah hidup yang ingin diwujudkannya, serta perjalanan sejarah dan tata nilai sosial budaya yang telah berkembang di dalam negara.
Menurut Prof. Miriam Budiarjo seorang pakar ilmu politik dalam Bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik menyatakan bahwa sifat dan hakikat negara mencakup hal-hal sebagai berikut.
a. Sifat Memaksa
Negara memiliki sifat memaksa, dalam arti negara memiliki kekuatan fisik secara legal.
b. Sifat Monopoli
Negara mempunyai sifat monopoli dalam menetapkan tujuan bersama masyarakat.
c. Sifat Mencakup Semua (all-embracing)
Semua peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah untuk semua orang tanpa kecuali.
2. Kedaulatan Negara
Kata daulatdalam pemerintahan berasal Bahasa Latin Supremus, Daulah (Bahasa Arab), Sovereignity (Inggris), Souvereiniteit(Prancis), dan Sovranita (Italia) yang berarti “kekuasaan tertinggi”. Kedaulatan,“Sovereignity” merupakan salah satu syarat berdirinya suatu negara. Seperti diketahui bahwa salah satu syarat berdirinya negara adalah adanya pemeritahan yang berdaulat. Dengan demikian, pemerintah dalam suatu negara harus memiliki kewibawaan (authority) yang tertinggi (supreme) dan tak terbatas (unlimited).
Arti kenegaraan sebagai kewibawaan atau kekuasaan tertinggi dan tak terbatas dari negara disebut dengan Sovereignity (kedaulatan). Dengan demikian, kedaulatan adalah kekuasaan penuh dan tertinggi dalam suatu negara untuk mengatur seluruh wilayahnya tanpa adanya campur tangan dari negara lain.
J.H.A Logemann memandang bahwa kedaulatan merupakan kekuasaan mutlak atau kekuasaan tertinggi atas penduduk dan wilayah bumi beserta isinya yang dimiliki oleh suatu negara nasional yang berdaulat.
Jean Bodin (1500 – 1596) seorang ahli Prancis, memandang kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi untuk menentukan hukum dalam suatu negara. Ia memandang pada hakikatnya kedaulatan memiliki 4 (empat) sifat pokok sebagai berikut.
a. Asli, artinya kekuasaan tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi.
b. Permanen, artinya kekuasaan tetap ada selama negara berdiri, sekalipun pemegang kedaulatan sudah berganti.
c. Tunggal (bulat), artinya kekuasaan merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak diserahkan atau dibagi-bagikan kepada badan lain.
d. Tidak Terbatas (absolut), artinya kekuasaan tidak dibatasi oleh kekuasaan lain. Bila ada kekuasaan lain yang membatasinya, tentu kekuasaaan tertinggi yang dimilikinya itu akan lenyap.
Pada dasarnya kekuasaan yang dimiliki pemerintah mempunyai kekuatan yang berlaku ke dalam (interne souvereiniteit) dan ke luar (externe souvereinoteit), yaitu sebagai berikut.
a. Kedaulatan Ke dalam
Pemerintah memiliki wewenang tertinggi dalam mengatur dan menjalankan organisasi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Kedaulatan Ke luar
Pemerintah berkuasa bebas, tidak terikat dan tidak tunduk kepada kekuasaan lain, selain ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Demikian juga halnya dengan negara lain, harus pula menghormati kekuasaan negara yang bersangkutan dengan tidak mencampuri urusan dalam negerinya.
Jika dilihatmelalui uraian di atas, dari manakah pemerintahan memperoleh kedaulatan? Pertanyaan ini menimbulkan beberapa teori yang akan menjawab sumber kedaulatan tersebut, di antaranya sebagai berikut.
1. Teori Kedaulatan Negara
Menurut teori ini adanya negara merupakan kodrat alam, demikian pula kekuasaan tertinggi terdapat pada pemimpin negara. Kodrat alam merupakan sumber kedaulatan. Penerapan hukum mengikat disebabkan karena dikehendaki oleh negara yang menurut kodrat memiliki kekuasaan mutlak. Tokoh teori ini adalah Paul Laband dan George Jellinek.
2. Teori Kedaulatan Rakyat
Menurut teori ini negara memiliki kekuasaan dari rakyatnya yang bukan dari Tuhan atau Raja.
Teori ini merupakan reaksi dari teori kedaulatan Tuhan dan teori kedaulatan raja. Teori ini memandang kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat dan dipergunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat (demokrasi). Tokoh teori ini adalah J.J. Rousseaudan Montesquieu.
3. Teori Kedaulatan Hukum
Menurut teori ini, pemerintah memperoleh kekuasaannya berdasarkan atas hukum, yang berdaulat adalah hukum. Hukum merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara. Baik rakyat atau pemerintah harus tunduk pada aturan hukum yang beerlaku. Tokoh teori ini adalah Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel Kant dan Leon Duguit.
3. Demokrasi sebagai Bentuk Kedaulatan Rakyat
Demokrasi sebagai sistem pemerintahan oleh sebahagian banyak orang sering disebut dengan rule by the people, kemudian diartikan “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Artinya, bahwa rakyat selaku mayoritas mempunyai suara menentukan dalam proses perumusan kebijakan pemerintah melaui saluran-saluran yang tersedia
Dalam sistem demokrasi, posisi rakyat sederajat dihadapan hukum dan pemerintahan. Rakyat memiliki kedaulatan yang sama, baik kesempatan untuk memilih atau pun dipilih. Tidak ada pihak lain yang berhak mengatur dirinya selain dirinya sendiri. Menurut para ilmuwan politik, ciri utama demokrasi adalah berlakunya dan bisa tegaknya hukum di masyarakat. Jika hukum tidak berlaku, maka yang terjadi bukanlah demokrasi tetapi anarkhi. Dengan demikian, ciri utama sistem demokrasi adalah tegaknya hukum di masyarakat (law enforcement) dan diakuinya hak asasi manusia (HAM) oleh setiap anggota masyarakat .
Demokrasi dapat terwujud karena adanya proses yang dinamis dalam kehidupan rakyat yang berdaulat. Namun motivasi utama yang mendorong proses itu adalah keberanian moral. Tanpa keberanian moral dalam arti menyelaraskan nilai-nilai moral termasuk didalamnya keadilan dan kebenaran, maka proses itu akan tersumbat.
Menurut Hans Kelsen, pada dasarnya demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi, dalam perkembangan demokrasi dewasa ini dapat kita peroleh gambaran sebagai berikut.
a. Kekuasaan negara demokrasi dilakukan oleh wakil-wakil yang terpilih, rakyat yakin bahwa segala kehendak dan kepentingannnya akan diperhatikan oleh wakil rakyat dalam melaksanakan kekuasaan negara.
b. Cara melaksanakan kekuasaan negara demokrasi ialah senantiasa mengingat kehendak dan keinginan rakyat.
c. Menyelesaikan setiap konflik secara damai melalui dialog yang terbuka melalui cara kompromi, konsensus, kerja sama dan dukungan, baik memanfaatkan lembaga maupun sarana komunikasi sosial.
Bagi bangsa Indonesia, pilihan yang tepat dalam menerapkan paham demokrasi adalah dengan menerapkan Demokrasi Pancasila. Paham Demokrasi Pancasila sangat sesuai dengan kepribadian bangsa yang digali dari tata nilai sosial budaya sendiri. Hal itu telah dipraktikkan secara turun- temurun jauh sebelum Indonesia merdeka. Kenyataan ini dapat kita lihat pada masyarakat desa yang menerapkan “musyawarah mufakat” dan “gotong royong” dalam menyelesaikan masalah-masalah dan penyusunan program secara bersama yang terjadi di desanya.
Demokrasi Pancasila secara essensial menjamin bahwa rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Pancasila menarik perhatian kita pada pentingnya untuk secara bertanggung jawab menciptakan keselarasan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, serta manusia dengan lingkungannya dalam arti yang lebih luas.
Pada hakikatnya rumusan Demokrasi Pancasila tercantum dalam sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Rumusan tersebut pada dasarnya merupakan rangkaian totalitas yang terkait erat antara satu sila dan sila yang lainnya (bulat dan utuh).
Menurut Notonegoro, Demokrasi Pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Dardji Darmodihardjo, dalam bukunya Santiaji Pancasila, Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Perwujudannya seperti terdapat dalam ketentuan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Secara ideologi maupun konstitusional, asas Demokrasi Pancasila yang mencerminkan tata nilai sosial budaya bangsa, mengajarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Keseimbangan antara hak dan kewajiban .
c. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain.
d. Mewujudkan rasa keadila sosial.
e. Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
f. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan,
g. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
4. Pemilihan Umum sebagai Perwujudan Demokrasi Pancasila
Pemilihan umum sebagai sarana Demokrasi Pancasila dimaksudkan untuk membentuk sistem kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat. Pemilihan umum adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat serta merupakan salah satu bentuk pelayanan hak-hak asasi warga negara bidang politik. Untuk itu sudah menjadi keharusan pemerintahan demokrasi untuk melaksanakan pemilihan umum dalam waktu-waktu yang telah ditentukan.
Pelaksanaan pemilu di Indonesia didasarkan pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat, antara lain, menyatakan bahwa, “kemerdekaan bangsa Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 2 Ayat (1) mengatakan bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan tersebut bermakna bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan secara langsung dimana rakyat secara langsung memilih wakil-wakilnya yang akan duduk dibadan-badan perwakilan rakyat, contohnya pemilihan langsung presiden dan wakil presiden serta pemilu untuk memilih anggota DPRD II, DPRD I, DPR, dan DPD. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Pasal 22E Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilu dilaksanakan secara luber (langsung, umum, bebas, dan rahasia) dan jurdil. (jujur dan adil). Pengertian langsung, menunjukan bahwa rakyat memilih wakilnya secara langsung sesuai dengan hati nuraninya tanpa perantara. Adapun umum berarti bahwa semua warga negara yang sudah memenuhi persyaratan untuk memilih berhak mengikuti Pemilu. Kesempatan memilih ini berlaku untuk semua warga negara tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, dan lain-lain. Bebasmengandung arti setiap warga negara bebas menentukan pilihannya tanpa ada tekanan atau paksaan dari siapapun juga. Rahasia, dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun.
Asas jujur menekankan bahwa setiap penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih serta semua pihak yang berkaitan harus bersikap dan bertindak jujur. Asas adil, bahwa dalam penyelenggaraan pemilu setiap peserta dan pemilih mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5. Negara Hukum sebagai Bentuk Kedaulatan Negara Republik Indonesia
Penegasan Indonesia sebagai negara hukum terdapat pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa “Indonesia ádalah negara berdasarkan hukum”. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa segala sikap dan tindakan yang dilakukan ataupun diputuskan oleh alat perlengkapan negara serta masyarakat haruslah berdasarkan hukum. Hal ini menunjukkan adanya supremasi hukum atau kekuasaan tertinggi dalam negara ádalah hukum
Pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia bukan sistem pemisahan kekuasaan. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan murni, melainkan menggunakan sistem perimbangan kekuasaan (checks and balances), kekuasaan membuat undang-undang dilakukan melalui kerja sama antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dengan demikian, Indonesia sebagai negara hukum diemban oleh eksekutif dan legislatif. Adapun, bentuk pemisahan dengan menggunakan sistem perimbangan kekuasaannya dibagikan kepada alat-alat kelengkapan negara yang terdiri dari lembaga-lembaga berikut.
a. Kekuasaan untuk menetapkan Undang-Undang Dasar berada pada MPR
b. Kekuasaan melaksanakan perundang-undangan berada pada Presiden
c. Kekuasaan untuk membuat undang-undang berada pada DPR dan DPD
d. Kekuasaan dalam Bidang Peradilan berada pada MA dan MK
e. Kekuasaan dalam Bidang Pengawasan Keuangan berada pada BPK
Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merumuskan bahwa ”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Hal ini menunjukan bahwa presiden dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selain itu, pada isi sumpah presiden dan wakil presiden yang terdapat pada Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan ”...memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya ...” Berdasarkan pasal tersebut, presiden dan wakil presiden dalam setiap keputusannya memimpin pemerintahan Republik Indonesia haruslah berpijak pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tanpa ada kecualinya dan tidak boleh menyimpang dari isi yang telah digariskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, dalam fungsinya sebagai kepala eksekutif, presiden menjalankan segala perundang-undangan Republik Indonesia sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
Berkaitan dengan prinsip equality before the law, dalam konsep negara hukum Republik Indonesia terdapat dalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan ”segala warga negara berdasarkan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini menunjukan bahwa Negara Republik Indonesia menjamin adanya kesamaan di hadapan hukum dan juga ditegaskan bahwa yang berstatus WNI haruslah mendukung keberadaan hukum Indonesia itu sendiri dan pemerintahan yang sedang menjalankan hukum tersebut.
Terhadap prinsip adanya peradilan administrasi, negara hukum Republik Indonesia mendorong terciptanya kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat yang berjalan seiringan dan saling menunjang. Diperlukan pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan yang berdasarkan hukum. Selain itu, dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap sikap dan tindakan pemerintah yang melanggar hak asasi, dikenai pelanggaran administrasi. Negara dapat menindak pelanggaran tersebut melalui badan peradilan khusus, yaitu Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dasar peradilan khusus ini tertuang dalam Pasal 24 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan ”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Dengan demikian, penyelenggaraan peradilan tata usaha negara (peradilan administrasi) di Indonesia merupakan tindakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap rakyat Indonesia.
Pengakuan Indonesia sebagai negara hukum dengan ciri memberikan jaminan perlindungan HAM terdapat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah diatur dalam Pasal 27, Pasal 28, Pasal 28A sampai Pasal 28J, Pasal 29 Ayat (2), Pasal 30 Ayat (1), Pasal 31 Ayat (1), Pasal 33, Pasal 34 Ayat (1). Adapun, aspek HAM yang diberikan jaminannya oleh negara sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu sebagai berikut.
1. Perlindungan HAM untuk hidup.
2. Perlindungan HAM untuk membentuk keluarga.
3. Jaminan HAM untuk memperoleh pekerjaan.
4. Perlindungan HAM mengenai kebebasan beragama dan meyakini kepercayaan.
5. Perlindungan HAM dalam kebebasan bersikap, berpendapat dan berserikat.
6. Jaminan HAM untuk memperoleh informasi dan komunkasi.
7. Perlindungan HAM atas rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia.
8. Perlindungan HAM atas kesejahteraan sosial.
9. HAM yang berkewajiban menghargai hak orang lain dan pihak lain.
Demikianlah materi pelajaran yang terdapat pada Bab 3 yang telah kita pelajari bersama. Oleh karena itu, kalian perlu mempersiapkan diri dengan mempelajari kembali seluruh materi yang sesuai dengan kompetensi dasar yang terdapat pada Bab 3 ini. Dengan demikian, kalian dapat mengikuti Tes Uji Kompetensi dengan hasil yang sangat memuaskan.
Refleksi
Setelah kalian mempelajari materi bab ini, tentunya kalian semakin paham betapa pentingnya menjaga keutuhan negara dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Coba kalian renungkan! Sudah sejauh manakah kalian menjaga keutuhan negara dalam kehidupan sehari-hari? Coba uraikanlah dalam satu paragraf perwujudan dalam rangka menjaga suasana kehidupan yang damai, baik di sekolah, keluarga maupun masyarakat yang kalian dapat lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
RANGKUMAN
1. Kata Kunci
Kata Kunci yang harus kalian pahami dalam mempelajari materi pada bab ini, yaitu abolisi, amnesti, equality before the law, check and balances, luber, jurdil, impeachment, dan souverign.
2. Intisari Materi
Setelah kita bersama-sama mempelajari Bab 3 tentang Keutuhan Negara dalam Naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat kita simpulkan antara lain sebagai berikut.
a. Negara kesatuan adalah negara yang merdeka dan berdaulat, yang berkuasa hanya satu pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah sebagai bagian dari negara. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berbentuk kesatuan (unitary state). Kekuasaan asal berada pada pemerintah pusat, namun kewenangan (authorithy) pemerintah pusat ditentukan batas-batasnya dalam undang-undang dasar dan undang-undang. Adapun kewenangan yang tidak disebutkan dalam undang-undang dasar dan undang-undang ditentukan sebagai kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
b. Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana terdapat dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
c. Negara Republik Indonesia pada dasarnya adalah negara dengan tampuk pemerintahan akhirnya berada ditangan rakyat, respublica, bukan berasal dari prinsip keturunan bangsawan atau monarki.
d. Dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan eksekutif tidak bergantung pada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif, presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan bertanggung jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet tidak bergantung pada badan perwakilan rakyat atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat, maka menteri pun tidak bisa diberhentikan DPR.
e. Sistem pemerintahan negara Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah Presidensial. Presiden Republik Indonesia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab pada parlemen.
***Jika Ingin mendownload file, silahkan klik di sini